بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Tidak diragukan
lagi bahwa kebutuhan seorang pemimpin bagi umat Islam adalah sesuatu yg amat
penting. Bahkan dengan adanya pemimpin yang adil, syariat Islam yang begitu
sempurna ini bisa diterapkan semaksimal mungkin sehingga tercipta masyarakat
yang islami yang sekarang sudah amat jarang sekali di dapatkan di negara muslim
manapun di dunia. Ini semua akibat sistem Sekulerisme buatan orang barat
sehingga menjadikan Syariat Islam tidak pantas diterapkan dalam hukum muamalat
seperti Pemerintahan, hukum, Adab, peperangan dll. Bahkan sebagian besar Negara
Islam hanya menerapkan Ahwal Syahsiyah saja tanpa Syariat yang lain dalam
pemerintahannya. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَل تَتَّبِعُواْ
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
(البقرة 208)
Artinya : “Wahai orang-orang
yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu
ikuti langkah-langkah syetan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al
Baqarah : 208).
Dan Sekulerisme adalah salah satu
langkah syetan memalingkan umat Islam dari agamanya.
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala juga berfirman tentang perilaku Bani Israel yang tidak mau
melaksanakan Syariat Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara keseluruhan :
...أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ
فَمَا جَزَاء مَن يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا
اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (البقرة 85)
Artinya : “..... Apakah kamu
beriman kepada sebagian kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)??
Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara
kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka
dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa
yang kamu kerjakan. (QS. Al Baqarah : 85)
Maka
dari itu, baik sistem pemerintahan, cara bergaul sesama muslim maupun cara
bermuamalat antara pemimpin dan yang dipimpin serta hukum yang diterapkan harus
sesuai dengan Syariat Allah, yaitu Al Quran dan Sunnah melalui pemahaman para
Sahabat Ridwanullah ‘Alaihim . Begitupula cara memilih seorang pemimpin
harus sesuai syariat Islam.
Pengertian dan
Asas Pemilu (Pemilihan Umum)
Pemilu adalah
proses pemilihan orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.
(wikipedia.org) .Adapun Asas Pemilu di Indonesia menganut asas LUBER
yang artinya Langsung Umum Bebas dan Rahasia.
Langsung
berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh
diwakilkan. Umum berarti Pemilu dapat diikuti seluruh warga negara yang
sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan
memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Kemudian Rahasia
berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh
pemimpin sendiri. (id.wikipedia.org)
Maka
sistem pemilu tidak lain adalah buah dari sistem demokrasi yang mengandalkan
suara terbanyak oleh rakyat. Sehingga yang mendapat suara terbanyak akan
terpilih menjadi pemimpin negara. Baik itu di kepala daerah, presiden maupun
legislatif. Bahkan cara memilih pemimpin ala Pemilu ini banyak yang diadopsi
dan diterapkan oleh sebagian besar organisasi-organisasi kecil maupun besar,
baik itu organisasi berlabel islam maupun sosial.
Apakah Pemilu
yang diterapkan di Indonesia sesuai dengan Syariat Islam?
Syariat Islam
tidak pernah mencontohkan cara memilih pemimpin dengan sistem Pemilu. Mulai
dari Masa Pemerintahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai
masa Khulafaur Rasyidin. Hal ini adalah wajar, karena sistem Pemilu berkiblat
pada demokrasi yang diciptakan orang barat yang kafir.
Imam Ibn Katsir
berkata, “Dan Pemimpin dipilih dengan Dalil (dari Al Qur’an atau Sunnah)
seperti yang dikatakan beberapa golongan dari Ahlu Sunnah dalam penetapan
Khalifah Abu Bakar As Shiddiq. Atau dengan ditunjuk sebagaimana yang dikatakan
golongan yang lain. Atau dengan menyerahkan kepemimpinan kepada yang lain
seperti yang dilakukan Abu Bakar As Shiddiq kepada Umar Ibn Khattab. Atau
meninggalkan keputusan kepada musyawarah beberapa orang Sholih seperti yang
dilakukan Umar. Atau dengan berkumpulnya Ahlul Hilli wal ‘Aqdi untuk membai’at
seseorang dari mereka. Maka wajib bagi seluruh rakyat untuk menerima dan menaatinya,
dan Imam Al Haramain Al Juwaini menukil Ijma’ tentang ini, Allahu A’lam”.
Dari Perkataan
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, menunjukkan bahwa sistem pemilihan pemimpin dalam
Islam sebagaimana yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Para
Sahabatnya contohkan sebagai berikut :
1.
Dengan Dalil
dari Al Qur’an dan Sunnah bahwa penerus Khilafah adalah orang tertentu.
2.
Dengan ditunjuk
secara langsung oleh Waliyul Amri sebelumnya.
3.
Jika Pemimpin
sebelumnya tidak menunjuk seseorang untuk meneruskan pemerintahan, maka
diadakan Musyawarah Para Ulama’ Sholihin untuk memilih pemimpin yang sesuai
kriteria yang ditentukan Syariat Islam.
4.
Dengan
berkumpulnya Ulama Ahlul Hilli wal ‘Aqd untuk menunjuk satu diantara mereka
agar menjadi Khalifah lalu dibai’at bersama.
Dari ini kita
jadi tahu bahwa memilih Pemimpin dengan cara Pemilu adalah Tidak Boleh,
karena menyelisihi Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah serta para Shahabat beliau.
Dari Jabir Ibn
‘Abdillah berkata, Bahwasannya Rasulullah ketika khutbah, matanya memerah, dan
memuncak marahnya serta mengeraskan suaranya sampai seperti panglima perang
sambil berkata “telah berlalu pagimu dan soremu” dan berkata “aku diutus (oleh
Allah) dan hari Kiamat sedekat ini!” kemudian beliau
melekatkan antara jari telunjuk dengan jari tengah dan berkata, “Amma
Ba’du, Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (Al
Qur’an) dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad. Dan seburuk-buruk
pekerjaan adalah yang diada-adakan, dan setiap bid’ah adalah sesat.”... (HR Muslim no 2042)
Dari itu semua
dapat disimpulkan beberapa sebab diharamkannya sistem Pemilu yang banyak
diterapkan Indonesia sebagai berikut :
1.
Pemilu adalah
sistem pemilihan pemimpin buatan orang kafir
Rasulullah
sejak 12 abad yang lalu telah berpesan kepada umatnya untuk tidak mengikuti
orang-orang kafir, baik itu nasrani (kristen dan katolik) maupun yahudi. Mulai
dari hal yang terkecil seperti penampilan sampai hal terbesar seperti aqidah
dan hukum. Karena mereka semua adalah musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah
berfirman :
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ
يُوقِنُونَ (المائدة 50)
Artinya
: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)”
(QS. Al Maidah : 50)
Dan
tidak ragu lagi bahwasanya cara memilih pemimpin dengan sistem pemilu adalah
ciptaan orang kafir, dan termasuk dari hukum-hukum jahiliyyah yang diperangi
oleh Islam.
Dari Abi
Said Al Khudriy Radhiyallahu ‘Anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian (suatu saat nanti) akan mengikuti
jalan orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan selengan demi
selengan, bahkan jika mereka masuk lubang kadal kalian akan mengikutinya”
Kami berkata “Wahai Rasulullah, (apakah mereka) Yahudi dan Nasrani?
Beliau bersabda, “Siapa lagi kalau bukan mereka” (HR Bukhori no
3465 dan Muslim no 2669)
Dari Abi
Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak akan terjadi Hari Kiamat sampai Umatku
mengambil apa yang diambil umat umat yang sebelumnya, sejengkal demi sejengkal,
selengan demi selengan.” Maka Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah,
(apakah mereka) Persia dan Romawi?” Maka Beliau menjawab, “Dan siapa
lagi kalau bukan mereka.” (HR Bukhori no 7319)
2.
Pemilu bukan
Syuro dan Syuro bukan pemilu.
Islam tidak mengenal pengagungan
suara terbanyak karena tidak selalu setiap suara terbanyak adalah terbaik. Hal
ini dikarenakan, tidak semua rakyat faham tentang Syariat Islam, bahkan
sebagian besar terdiri dari kaum awam yang tidak mengerti syarat-syarat dan
kriteria pemimpin ummat yang dicontohkan para Salafus Sholih. Lalu bagaimana
bisa suara terbanyak jadi yang terbaik??
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman
:
فَاسْأَلُواْ
أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ ل تَعْلَمُونَ (الأنبياء 7)
Artinya : “Maka
tanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahuinya.” (QS. Al
Anbiya : 7)
Imam Qurthubi
berkata, “Ulama tidak ada yang berbeda pendapat bahwa orang awam wajib
taqlid kepada ulama’ mereka . Dan maksud dari Firman Allah “Maka tanyalah
kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahuinya.” Semua sepakat
(ijma’) bahwa orang awam wajib mengikuti orang lain yang lebih dipercayai
tentang arah kiblat jika ada masalah mengenai itu. Begitupula siapapun yang
tidak memiliki ilmu atau dalil tentang apa yang ada dalam agama, maka harus
mengikuti orang alim. Dan begitupula tidak ada perbedaan pendapat diantara
ulama’ bahwasanya orang awam dilarang berfatwa, karena ketidak tahuan mereka
tentang makna yang menjadikan sesuatu haram atau halal.” (Tafsir Qurthubi)
Dari ijma’ yang dinukil ini sudah jelas bahwa orang awam
atau sebagian besar masyarakat harus memasrahkan hal pemilihan pemimpin pada
ulama’ muslimin yang ahli di bidang kepemimpinan atau disebut dengan “Ahlul
Hilli wal ‘Aqd”. Dan setiap masyarakat harus menerima dan menaati keputusan
mereka karena mereka lebih faham tentang siapa yang pantas dijadikan Imam bagi
kaum muslimin sehingga Syariat Islam bisa ditegakkan
Dari sini kita dapat fahami bahwa haqiqat Syuro adalah
permusyawarahan para Ahlul Hilli wal ‘Aqd atau ulama’ yang ahli di bidang itu
untuk menghasilkan keputusan yang terbaik bukan semua rakyat negara. Bahkan
jika keputusan itu bertentangan dengan dalil yang jelas, maka wajib kembali ke
dalil dan meninggalkan hasil musyawarah tadi.
Imam Bukhori berkata, “Dan bahwasanya para Imam
setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bermusyawarah dengan orang yang
terpercaya dari ahlu ilmi di dalam perkara mubah untuk mengambil jalan yang
paling mudah, dan jika terdapat dalil Al Qur’an dan Sunnah yang menjelaskannya,
tidak ada yang berpaling kepada selain itu (dalil).”
3.
Islam melarang
umat Islam untuk meminta jabatan, sedangkan pemilu mendorong umat Islam untuk
mencalonkan diri jadi pemimpin.
Pemilu
lebih cenderung mendorong orang untuk berebut kekuasaan. Setiap orang membawa
nama partai atau golongan mengadakan acara pawai mencari dukungan, mulai
spanduk, bakti sosial bahkan sampai membagi-bagikan uang tak lain agar masyarakat
mau memilihnya. Setiap calon memberikan visi dan misi dan tidak ada satupun
dari visi dan misi itu yang intinya penerapan Syariat Islam secara utuh, cuma
janji-janji yang menipu.
Sungguh
ini semua menyalahi Syariat Islam yang selalu menyuruh Hambanya untuk
merendahkan diri dan berhati-hati dengan jabatan pemerintahan. Karena jabatan
ini berat dan akan dimintai pertanggungjawabannya di Akhirat nanti.
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman :
تِلْكَ
الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأَرْضِ
وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ (القصص 83)
Artinya : “Negeri
Akhirat itu (surga) kita jadikan bagi orang-orang yang tidak
menginginkan kesombongan di bumi maupun berbuat kerusakan. Dan kesudahan (yang
baik) itu bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS Al Qashash : 83)
Ibn Katsir
berkata, “Allah telah memberitahukan kita bahwa sesungguhnya Negeri Akhirat
itu (surga) dan nikmatnya abadi yang tidak terbatas dan tidak akan sirna
diperuntukkan bagi hambanya yang mukmin dan merendahkan diri yang tidak
menginginkan derajat tinggi di bumi atau menyombongkan diri kepada makhluq
Allah dan mengagungkan diri kepada mereka maupun menjadi diktator serta berbuat
kerusakan di dalamnya.” (Tafsir Ibn Katsir)
Dari Abdurrahman Ibn Samurah
berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda
kepadaku, “Wahai Abdurrahman! Janganlah engkau meminta jabatan
pemerintahan, sebab apabila engkau diberi jabatan itu karena engkau memintanya,
maka jabatan tersebut sepenuhnya akan dibebankan kepadamu. Namun apabila
jabatan tersebut diberikan bukan karena permintaanmu, maka engkau akan dibantu
dalam melaksanakannya.” (HR Bukhori no 7146 dan Muslim no 1653)
Dari Abu Dzar berkata, aku berkata
“Wahai Rasulullah apakah engkau tidak memberikanku jabatan?” Kemudian
Beliau memukul kedua pundakku dengan tanganya lalu bersabda, “Wahai Abu
Dzar! Sesungguhnya kamu lemah, sementara jabatan adalah sebuah amanah dan sebab
kesedihan dan penyesalan pada Hari Kiamat nanti, kecuali orang yang
mengambilnya dengan cara yang haq dan melaksanakan semua kewajibannya.” (HR
Muslim no 1825)
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian akan selalu berambisi untuk
menjadi penguasa, sementara hal itu akan membuat kalian menyesal di hari kiamat
kelak. Sungguh hal itu ibarat sebaik-baik susuhan dan sejelek-jelek
penyapihan.” (HR Bukhori no7148)
4.
Rasulullah
melarang pemerintah untuk memberi jabatan bagi orang yang memintanya.
Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata,
“Aku menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku dan dua orang
dari keluarga pamanku. Lalu berkata salah seorang dari mereka, Wahai
Rasulullah! Berikanlah kepada kami jabatan dari beberapa jabatan yang telah
Allah berikan kepada engkau! Dan seorang yang lain berkata seperti itu juga.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami
tidak akan memberikan jabatan pemerintahan ini kepada orang yang meminta dan
berambisi untuk mendapatkanya.” (HR Bukhori no 7149 dan Muslim
no 1733)
5.
Suatu bentuk
kemubadziran, membuang-buang uang rakyat tidak pada hal yang bermanfaat.
Sungguh disayangkan ketika pajak
diterapkan secara dzolim oleh pemerintah kepada Umat Muslimin, tapi ternyata
uang negara dialihkan bukan untuk kebutuhan rakyat dan hal-hal yang bermanfaat.
Tapi dihamburkan di hal yang salah seperti pemilu.
Seperti yang dikutip di
www.beritasore.com pada UU Nomer 45 Tahun
2007 tentang APBN 2008 tentang pengalokasian dana keperluan penyelenggaraan
pemilu 2009 sebesar Rp 6.670.000.000.000,-
(enam triliun enam ratus tujuh
puluh miliar rupiah). Apalagi seperti dikutip di
www.kpu.go.id bahwa KPU telah merencanakan
anggaran 8.400.000.000.000,-
(delapan triliun empat ratus miliar rupiah) untuk
pelaksanaan Pemilu 2014. Dan dikutip dari
www.detik.com
bahwa KPU menyiapkan dana Rp 14.400.000.000.000,-
(empat belas triliun empat
ratus miliar rupiah) untuk pesta pemilu 2014. Subhanallah!!! jumlah uang
yang sangat besar digunakan untuk hal yang tidak berguna, bahkan diluar syariat
Allah. Belum lagi dana yang dikeluarkan tiap partai untuk mensukseskan
partainya. Sedangkan banyak dari Umat Muslimin yang butuh bantuan pekerjaan dan
penghidupan.
Dari beberapa kutipan anggaran
tadi, bisa diliat bahwa pemerintah Indonesia selain dzolim, tapi juga Safih.
Safih diartikan seseorang yang menghambur-hamburkan hartanya, atau yang buruk
muamalahnya atau membelanjakan hartanya di hal yang haram. (Kitab Yaqut Nafis
Bab Al Hajr)
Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang
kita untuk memberikan uang kepada orang yang safih atau dalam istilah Fiqh dikenal
dengan Ahkam Al Hajr.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman
:
وَل
تُؤْتُواْ السُّفَهَاء أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَاماً
وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُواْ لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا (النساء
5)
Artinya : “Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya (safih)
harta (mereka yang ada dalam kekuasaan kamu) kamu yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang baik.” (QS.
An Nisa’ 5)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala
juga melarang umatnya untuk menghambur-hamburkan harta. Dan
menghambur-hamburkan harta adalah Dosa Besar karena perilakunya telah
disebut Allah sebagai temannya syetan. Padahal Syetan adalah musuh besar umat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman,
... وَل تُسْرِفُواْ إِنَّهُ ل يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ (الأنعام 141)
Artinya : “Dan
janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” (QS. Al An’am : 141)
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ
زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَل تُسْرِفُواْ
إِنَّهُ ل يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (الأعراف 31)
Artinya : “Wahai anak cucu Adam, pakailah
pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, dan makan dan
minumlah tetapi jangan berlebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf 31)
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَل تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا * إِنَّ
الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ
كَفُورًا (الإسراء 26-27)
Artinya : “Dan
berikanlah haknya kepada kerabat dekat juga kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah saudara setan, dan setan
itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al Isra’ 26-27)
6.
Membuka pintu Sekulerisme
dan Pluralisme.
Islam adalah agama sempurna,
segala hal telah dijelaskan Allah dan RasulNya dalam Syariat Islam. Maka faham
yang membedakan antara pemerintahan dengan agama adalah sesat. Inilah
yang biasa disebut dengan Sekulerisme, faham yang amat merusak tata hidup dan
bermasyarakat umat Muslim, khususnya di Indonesia.
Ini terlihat sekali disaat
Syariat Islam hanya terlihat di Masjid atau Mushola dan di hal nikah, cerai,
warisan saja. Tapi diluar itu, tidak ada hubungannya dengan Syariat Islam. KUA
hanya pelarian tentang hukum seputar nikah, tapi hal-hal lain diputuskan oleh
hukum manusia yang mayoritas menyelisi hukum Allah. Ini adalah dampak
Sekulerisme yang nyata.
Ini dapat terlihat ketika
perempuan mulai masuk pemerintahan Indonesia, contohnya seperti dikutip di
www.kompasiana.com di UU Pemilu Nomer 8
Tahun 2012 bahwa syarat Partai Politik yang akan mengikuti Pemilu 2014 harus
memiliki kepengurusan 100% di tingkat Provinsi, 75% di kabupaten/kota, 50% di
kecamatan dan
30% keterlibatan perempuan di semua tingkatan. Ini jelas
menyelisihi Syariat Allah karena kepemimpinan hanya dipegang lelaki, bagaimana
bisa perempuan diwajibkan untuk menjadi pemimpin?.
Contoh yang lebih jelas lagi,
kenapa Sistem Syuro yang Islami ditinggalkan oleh negara lalu memilih memakai
sistem Pemilu yang memakan biaya Triliunan rupiah. Padahal jika sistem Syuro
yang Islami diterapkan, jelas sangat menghemat uang Negara. Ini tidak lain
dampak dari Sekulerisasi yang amat kuat di pemerintahan. Sehingga pemimpin
negara bukan lagi dipilih karena dia paling faham agama Islam atau paling Adil
dan Sholih, tapi semua berdasarkan suara terbanyak. Bahkan yang disesalkan lagi
sempat terpilih sesosok wanita, sebagai presiden negara dan sosok yang cacat
tubuhnya sebagai presiden. Apakah tidak ada lagi Ulama Ahli Syariat yang sehat
lahir batin di Indonesia? Apakah tidak ada lagi lelaki di negara ini? Allahu
Musta’an
Bukan Cuma Sekulerisme saja
dampak dari sistem Pemilu, tapi Pluralisme Agama. Semua agama di
Indonesia diberi kesempatan untuk masuk Partai Politik, padahal mayoritas
penduduk Indonesia adalah Muslim. Apakah rela seorang muslim dipimpin oleh
orang Budha, Hidhu, Koghuchu yang menyekutukan Allah? Atau kristen, katolik dan
yahudi yang bilang bahwa Allah memiliki anak??
Masuknya partai Kristen di
HANURA, dan masuknya partai Gerakan Indonesia Raya di Pemilu 2014 mencerminkan
Pluralisme yang nyata. Padahal Allah sangat melarang orang Musyrik dan Kafir
memimpin Umat Muslim, termasuk memegang jabatan apapun di pemerintahan.
KESIMPULAN
Inilah saatnya
Umat Islam bangkit, jangan sampai kita selalu dijajah baik penjajahan fisik
maupun mental. Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme jangan sampai masuk ke
masyarakat kita. Mari kita kembali ke Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk kembali memegang agama Islam mulai dari hal
terkecil sampai hal terbesar seperti pemerintahan.
Saatnya kita meninggalkan cara
memilih pemimpin ala Jahiliyah ini. Negara Indonesia tidak akan maju, makmur
atau tentram jika terus memakai sistem Pemilu dalam memilih pemimpin. Gunakan
hak pilih anda untuk tidak memilih siapapun dari calon pemimpin negara itu dan memilih
untuk berpegang pada tauhid serta meninggalkan sistem demokrasi yang jahiliyyah
ini!!
Semoga Allah selalu memberikan
Hidayah dan TaufiqNya kepada kita, dan menunjukkan kepada kita JalanNya yang
lurus, bukan seperti jalan orang-orang Nashrani maupun Yahudi. Amiin